“Diko... aduh... ini barang-barangnya
kok berceceran begini. Tolong bereskan
dulu!” teriak Mama dari teras.
Diko memang
punya kebiasaan buruk. Ia malas
membereskan barang-barangnya sendiri. Pulang sekolah, Diko
membuka sepatunya di teras
dan
membiarkannya tergeletak di situ bersama kaus kakinya yang bertebaran.
Di ruang tamu, tas
sekolah Diko terhempas di kursi dengan
buku-buku yang berhamburan. Di kamar,
baju dan celana seragam Diko bertebaran di lantai. Belum lagi tempat tidurnya yang tidak sempat
dirapikan,
karena Diko bangun kesiangan.
Mama sampai
kehabisan akal untuk mengajari Diko menjadi anak yang rapi dan tertib dengan
barang-barangnya.
Padahal sudah
sering Diko kena batunya. Ia sering
kehilangan barang-barang pada saat dibutuhkan.
Kalau sudah begitu, Bi Supi lah yang menjadi sasaran omelannya. Mama paling tidak suka Diko memarahi orang
lain atas kesalahannya sendiri.
“Diko...” sekali
lagi Mama memanggil.
Diko yang sedang
asyik bermain playstation di ruang tengah bersungut-sungut.
“Uh, Mama ganggu
aja nih,” katanya sambil
menekan tombol pause.
“Ada apa sih, Ma...” tanya Diko
tanpa merasa bersalah.
“Diko... ayo
bereskan dulu barang-barangmu sebelum bermain,” kata Mama dengan nada tegas.
“Ah, Mama... kan
ada Bi Supi...,”
sahut Diko enteng.
“Mama nggak
setuju kamu selalu mengandalkan orang lain. Nah, sekarang mulai
bereskan barang-barangmu. Apa kamu ingin
seperti robot?” tanya Mama.
“Kok robot sih,
Ma...,” sahut Diko.
“Iya, robot kan
kerjanya menunggu
perintah,” ujar Mama sambil
berlalu meninggalkan Diko di teras.
“Huh, biar saja aku jadi robot.
Robot kan keren.”
Diko bersungut-sungut sambil
memunguti barang-barangnya.
“Huaaah...” Diko membuka
matanya. Ia merentangkan tangannya.
Eh, tapi mengapa
terasa berat. Diko mengangkat kedua
tangannya dengan susah payah. Hah!
Tangannya jadi besar dan berlapis baja tebal.
Diko ingin
cepat-cepat bangkit dari tidurnya.
Tapi... uh! Berat sekali. Diko
meraba wajahnya. Kepalanya tertutup helm
baja. Tepat ketika dia hendak turun dari
tempat tidur, Mama masuk ke dalam kamar.
“Eh, robot kecil
Mama sudah bangun rupanya,”
kata Mama sambil tersenyum.
“Robot kecil? Aku jadi robot?”
tanya Diko.
“Iya, itu kan
keinginanmu. Lihat! Mama punya ini. Remote ini yang akan menggerakkan kamu,” kata Mama sambil
mengacungkan benda mungil dalam genggamannya.
“Ayo, Diko
bangun...,”
kata Mama sambil menekan tombol remote.
Tiba-tiba Diko
bisa bangun dengan ringan. Ia melihat
kedua kakinya juga dilapisi baja tebal. Diko
melangkah kaku mengikuti Mama ke
luar
kamar.
Wow! Ia sekarang
jadi robot sungguhan. Keren... begitu
pikir Diko.
Tapi, sekarang semua gerak
Diko tergantung pada perintah Mama.
Diko
tidak bisa mengelak lagi kalau Mama memintanya untuk melakukan ini-itu. Termasuk membereskan barang-barangnya. Bahkan, Mama suka menyuruhnya membantu Bi Supi, mengerjakan
pekerjaan lain di rumahnya.
“Diko berdiri di
situ dulu ya, Mama mau menonton televisi,”
kata Mama sambil menekan tombol berwarna merah di remote.
Diko berdiri
mematung di sudut ruang tengah.
Sementara Mama santai di depan televisi sambil makan es buah. Air liur Diko nyaris menitik melihat
buah-buah yang segar dalam mangkuk yang dipegang Mama.
“Ma... bagi dong
es buahnya...,”
kata Diko.
“Eits, kamu kan
robot. Mana ada robot makan es buah.” Mama berkata sambil mematikan televisi. “Sudah, ya.
Mama mau tidur siang dulu.”
Diko bengong
melihat Mama masuk ke kamar dan menutup pintu.
Ia berdiri kaku di tempatnya.
Badannya tak bisa bergerak. Hanya
bola matanya saja yang masih bisa berputar, melihat ke sana ke mari.
Tok... tok...
tok...
Terdengar suara
ketukan khas penjual siomay. Wih, abang penjual
siomay lewat di depan rumah. Diko
menelan ludah.
Tak berapa lama,
terdengar lagu dari pengeras suara di gerobak es krim. Aduh, sekarang abang es krim yang datang.
“Ma... Mama...
Mama...,” panggil Diko. Tapi tak terdengar
suara apa pun dari dalam kamar. Sepertinya tidur Mama sangat pulas.
Diko ingin
sekali makan es krim. Hatinya sedih
karena sekarang dia tidak sebebas dulu.
Ternyata jadi robot sama sekali tidak keren.
Diko tidak mau
jadi robot lagi. Diko jadi kesal. Air mata mengalir di pipinya.
“Diko, nggak mau
jadi robot lagi!” teriaknya sambil menangis.
“Diko... Diko...
bangun... kamu mimpi buruk ya?” suara Mama terdengar di telinganya.
Diko membuka
mata. Samar-samar ia melihat Mama duduk di
pinggir tempat tidur.
Buru-buru Diko
bangun. Ia segera memeriksa tangan dan
kakinya. Biasa saja.
“Ma... Diko
nggak jadi robot, kan Ma?”
tanyanya ketakutan.
“Ya, nggak
lah. Kamu mimpi jadi robot ya?” tanya
Mama sambil tersenyum.
Diko
mengangguk. Dalam hatinya ia bersyukur
semua yang dialaminya hanya ada dalam mimpi.
“Diko, nggak mau
jadi robot, Ma. Nggak enak, apa-apa
harus nunggu perintah. Diko mau jadi
manusia saja, Ma. Manusia kan bisa bebas,”
ujar Diko pelan.
“Bebas, tapi
bertanggung-jawab dan rajin. Setuju?”
timpal Mama.
“Setuju, Ma.
Siap!” sambut Diko lega.
*Dimuat di Kompas Anak, Kompas Minggu 28 Desember 2014
*Dimuat di Kompas Anak, Kompas Minggu 28 Desember 2014