mari berbagi cerita dan mimpi masa kecil kita...

Premium Blogger Themes - Starting From $10
#Post Title #Post Title #Post Title

Translate

MAIN di RUMAH ALLAH, YUK!




Anak-anak laki-laki di Kampung Jaya senang sekali bermain bola.  Terutama Abim dan teman-temannya, geng anak laki-laki Kampung Jaya yang beranggotakan sebelas orang.  Setiap sore mereka berkumpul di tanah kosong di ujung kampung.  Tanah kosong itu tak jelas siapa pemiliknya.  Abim cs sering memanfaatkan tanah kosong itu sebagai tempat mereka bermain bola. 

Tapi sore kali ini Abim dan teman-temannya harus menelan kecewa karena menjumpai tanah kosong itu sudah dipagari dengan rapat dan dipasangi papan kayu bertuliskan:


TANAH MILIK PRIBADI
DISINI AKAN DIBANGUN PABRIK MAKANAN TERNAK


Huaaaa… Abim cs kesal sekali.  Di mana lagi mereka bisa bermain bola.  Kampung Jaya itu termasuk kampung yang padat penduduknya.  Jalan-jalannya kecil, sudah tidak ada lagi lahan kosong yang bisa dijadikan tempat bermain kecuali tanah kosong yang sekarang akan dijadikan lahan pabrik, dan halaman masjid besar.

“AHA! Aku tahu di mana kita bisa bermain bola.”  Abim tiba-tiba bersuara.

“Di mana?”
“Di mana?”
“Di mana?”

Suara teman-temannya bersahut-sahutan.  Penasaran.

“Di halaman masjid besar.” Abim berkata santai.

“Haaa? Ngaco kamu, Bim.  Mana boleh kita bermain di halaman masjid.” Sani keheranan mendengar perkataan Abim.

“Iya, Bim, kayak kamu nggak tahu aja Bang Midin.  Keluar matanya, Bim, kalau kita main di halaman masjid.”  Agus pun ikut angkat bicara.

 Mendengar ucapan Agus, Abim jadi teringat pada Bang Midin, marbot masjid yang galaknya minta ampun.  Bang Midin selain mengurus masjid, juga mengajar ngaji anak-anak Kampung Jaya.  Tetapi Bang Midin kalau mengajar ngaji suka main bentak dan menggebrak meja pakai batang rotan kalau ada anak yang salah mengaji atau bercanda. 

Apalagi kalau anak-anak berniat ikut sholat berjamaah. Bang Midin langsung mengusir anak-anak itu dengan alasan bikin ribut lah, mengganggu konsentrasi lah. Otomatis anak-anak Kampung Jaya, terutama Abim cs semakin malas mengaji.  Yaaa habis… mau ibadah saja dilarang-larang, dimarah-marahi… capek deeeh.

Abim dan teman-temannya meninggalkan tanah kosong dengan langkah gontai.  Muka mereka lesu.  Ketika melewati masjid besar Abim menghentikan langkahnya, kemudian duduk di bawah pohon mangga yang rindang di seberang masjid besar.  Tingkahnya itu diikuti oleh teman-temannya yang lain.  Maka tampaklah pemandangan sekelompok anak laki-laki sedang melamun masal.  Memandang halaman masjid besar dengan tatapan penuh harap. 




Saking asyiknya dengan lamunan masing-masing kesebelas anak laki-laki itu tidak menyadari ada orang yang lewat di hadapan mereka.  Ustad Bani yang berjalan bergegas menuju masjid besar menghentikan langkahnya begitu melihat kelompok anak-anak yang sedang bengong itu.

“Ehm… ehm… Assalamu’alaikum, anak-anak….” Ustaz Bani menyapa Abim cs.

“Eh…oh… eh… Wa alaikum salaaaaam Ustaaaaad.” Abim cs tergagap kaget mendengar sapaan Ustaz Bani.  Malu juga ketahuan sedang bengong.

“Sedang apa kalian disini.  Kok pada bengong begitu.  Kalian sedang ada masalah?” Ustaz Bani bertanya dengan wajah curiga.

“Eee… begini Ustad… eeee… kamiiii…” Abim tampak ragu berbicara pada Ustaz Bani.

Tiba-tiba suara Bang Midin terdengar melalui pengeras suara masjid besar, melantunkan adzan.  Waktu sholat ashar telah tiba.

“Ah, sudah ashar rupanya.  Ayo, kita sholat berjamaah.  Setelah itu ceritakan masalah kalian.”  Ustaz Bani mengajak anak-anak sholat berjamaah di masjid besar.

“Tapi Ustad….”  Abim ragu-ragu.  Begitu pula dengan teman-temannya.  Mereka takut pada Bang Midin, marbot masjid besar yang galak itu.

“Ayo.”  Suara Ustaz Bani terdengar tegas.  Anak-anak itupun segan untuk menolak.

Berbondong-bondong mereka memasuki halaman masjid besar, berusaha tak melihat ke arah Bang Midin yang mengawasi mereka dengan mata melotot siap menghardik.  Ustaz Bani segera memberi tanda pada Bang Midin.  Bang Midin pun urung melakukan kebiasaannya mengusir anak-anak.

Usai sholat ashar, Abim cs duduk-duduk santai membentuk lingkaran di teras masjid ditemani Ustaz Bani.  Ustaz Bani itu Imam baru di masjid besar.  Ustaz Bani baru dua bulan tinggal di Kampung Jaya.  Tapi, warga Kampung Jaya rata-rata suka pada Ustaz muda yang ramah ini.

“Nah, ada apa.  Ceritakan masalah kalian, siapa tahu Ustad bisa membantu.”  Ustaz Bani membuka obrolan dengan pertanyaan.

Abim yang sering ditunjuk sebagai juru bicara langsung angkat bicara menceritakan masalah yang sedang mereka hadapi sekaligus ide yang terlintas di kepalanya.

“Jadi kalian ingin bermain di halaman masjid besar ini? Boleh saja.”  Ustaz Bani berkata santai.

“HAAAA?” Abim cs berteriak serempak saking kagetnya mendengar ucapan Ustaz Bani.

“Iya, kenapa tidak.  Kalian bebas bertamu dan bermain di halaman masjid besar ini.  Tapi ada syaratnya.”

“Syaratnya apa Ustad?”  Abim cs berkata dengan penuh semangat.

“Kalian harus menjadi tamu yang menyenangkan dan menjaga kenyamanan rumah ini, bagaimana?  Ustaz Bani berkata sambil tersenyum.

“Maksud Ustad?”  Abim mewakili teman-temannya yang saling bertukar pandang tanda bingung.  Mereka belum memahami maksud Ustaz Bani.

“Begini, kalian bebas bermain di halaman masjid besar.  Tetapi kalian harus ikut sholat berjamaah pada waktu-waktu sholat, kemudian setelah maghrib mengaji bersama-sama.  Gampang kan syaratnya.” 

“Tapiiii… Bang Midin tidak suka kami berada di sekitar masjid ini.”  Sani membuka mulut.  Anak-anak yang lain kaget, tidak menyangka Sani berani berkata seperti itu.

“Mengapa begitu?” Ustaz Bani keheranan.

Kemudian sekali lagi Abim mewakili teman-temannya menceritakan sikap Bang Midin pada anak-anak.  Ustaz Bani manggut-manggut.  Ia mengerti sekarang.  Cerita Abim sekaligus menjawab pertanyaan yang selama ini disimpannya. 

Dalam hatinya Ustaz Bani merasa heran mengapa selama ia menjadi Imam di masjid besar itu, tidak pernah terlihat anak-anak Kampung Jaya ramai mengaji di masjid.  Jadi itu masalahnya.

“Kalau begitu Bang Midin tidak salah.  Bang Midin hanya ingin menjaga ketertiban agar kenyamanan orang-orang yang ingin bertamu ke masjid ini tidak terganggu.”

Anak-anak bengong.

“Begini, sebuah rumah tentu ada pemiliknya.  Setiap orang pasti senang kalau banyak orang yang bertamu ke rumahnya.  Rumahnya menjadi ramai karena tamu-tamunya merasa nyaman disana.  Itu membuat bangga bukan?”

“Nah, tapi tuan rumah akan merasa terganggu dan tidak senang jika tamu-tamunya merusak kenyamanan di rumah itu apalagi mengganggu tamu-tamu yang lainnya.  Anggap saja masjid besar ini sebuah rumah.  Rumah milik Allah dan Bang Midin ditunjuk sebagai pembantu yang harus menjaga kenyamanan rumah agar tuan rumahnya tidak marah. Bang Midin hanya sedang berusaha menjalankan tugasnya.  Bisa dimengerti?”

“Tapi Bang Midin melarang kita ikut sholat berjamaah…” Suara Agus terdengar pelan.

“Mungkin karena kalian belum bisa sholat dengan tertib dan mengganggu jemaah lainnya.  Itu perbuatan yang tidak baik.  Terang saja Bang Midin marah.”  Ustaz Bani berkata tenang.

Anak-anak mulai manggut-manggut.

“Nah, sekarang bagaimana? Kalian sanggup melaksanakan syarat dari Ustad?”  Ustaz Bani bertanya pada Abim cs.

Abim dan teman-temannya saling berpandangan.  Ah, rasanya tidak sulit melakukan syarat dari Ustaz Bani, bahkan terdengar menyenangkan.  Bayangkan bertamu dan bermain di rumah Allah.  Wow! Bukankah itu hal yang mengasyikkan.

Abim cs serempak mengangguk. Ustaz Bani tersenyum senang.

“Nah, mari sekarang kita mengucapkan ikrar.”  Ustaz Bani berkata penuh semangat.
Ustaz Bani menjulurkan tangannya ke tengah-tengah lingkaran sambil memberi isyarat agar anak-anak menumpuk tangan-tangan mereka diatas telapak tangannya.

“Ikuti kata-kata Ustad ya…”  Ustaz Bani memberi aba-aba.

“Kami tamu-tamu kecil di rumah-Mu ya Allah, berjanji.”

Anak-anak mengikuti kata-kata Ustaz Bani.

“Akan meramaikan rumah-Mu, menjaga kenyamanan serta ketertiban di rumah-Mu ya Allah dan menjadi tamu yang menyenangkan bagi-Mu.”

“Semoga engkau menjadikan kami tamu-tamu istimewa di dunia dan di akhirat kelak.  Aamiin.”
“AAMIIIIN… AAMIIIIN…  YESSS!” Abim cs mengakhiri ikrar mereka dengan penuh semangat dan hati lega.

Mereka sekarang punya tempat bermain baru, sekaligus bangga karena menjadi tamu-tamu kecil di rumah Allah. 


Di sudut masjid besar seseorang memperhatikan tingkah mereka.  Sorot matanya tampak redup dan sedikit berembun.  Dibalik sikapnya yang galak, Bang Midin ternyata berhati lembut.  Sepertinya Abim cs akan punya sahabat baru.

One Response so far.

  1. Anisa AE says:

    Wah .... Sedang musimnya ini, Mbak. Emang banyak orang masjid yang gak bolehin anak-anak sholat di sana. Namanya juga anak-anak.

Leave a Reply