Anak-anak
laki-laki di Kampung Jaya senang sekali bermain bola. Terutama Abim dan teman-temannya, geng anak
laki-laki Kampung Jaya yang beranggotakan sebelas orang. Setiap sore mereka berkumpul di tanah kosong
di ujung kampung. Tanah kosong itu tak
jelas siapa pemiliknya. Abim cs sering memanfaatkan
tanah kosong itu sebagai tempat mereka bermain bola.
Tapi
sore kali ini Abim dan teman-temannya harus menelan kecewa karena menjumpai
tanah kosong itu sudah dipagari dengan rapat dan dipasangi papan kayu
bertuliskan:
TANAH
MILIK PRIBADI
DISINI
AKAN DIBANGUN PABRIK MAKANAN TERNAK
Huaaaa…
Abim cs kesal sekali. Di mana lagi
mereka bisa bermain bola. Kampung Jaya
itu termasuk kampung yang padat penduduknya.
Jalan-jalannya kecil, sudah tidak ada lagi lahan kosong yang bisa
dijadikan tempat bermain kecuali tanah kosong yang sekarang akan dijadikan lahan
pabrik, dan halaman masjid besar.
“AHA!
Aku tahu di mana kita bisa bermain bola.”
Abim tiba-tiba bersuara.
“Di
mana?”
“Di
mana?”
“Di
mana?”
Suara
teman-temannya bersahut-sahutan.
Penasaran.
“Di
halaman masjid besar.” Abim berkata santai.
“Haaa?
Ngaco kamu, Bim. Mana boleh kita bermain
di halaman masjid.” Sani keheranan mendengar perkataan Abim.
“Iya,
Bim, kayak kamu nggak tahu aja Bang Midin.
Keluar matanya, Bim, kalau kita main di halaman masjid.” Agus pun ikut angkat bicara.
Mendengar ucapan Agus, Abim jadi teringat pada
Bang Midin, marbot masjid yang galaknya minta ampun. Bang Midin selain mengurus masjid, juga mengajar
ngaji anak-anak Kampung Jaya. Tetapi
Bang Midin kalau mengajar ngaji suka main bentak dan menggebrak meja pakai
batang rotan kalau ada anak yang salah mengaji atau bercanda.
Apalagi
kalau anak-anak berniat ikut sholat berjamaah. Bang Midin langsung mengusir
anak-anak itu dengan alasan bikin ribut lah, mengganggu konsentrasi lah.
Otomatis anak-anak Kampung Jaya, terutama Abim cs semakin malas mengaji. Yaaa habis… mau ibadah saja dilarang-larang,
dimarah-marahi… capek deeeh.
Abim
dan teman-temannya meninggalkan tanah kosong dengan langkah gontai. Muka mereka lesu. Ketika melewati masjid besar Abim
menghentikan langkahnya, kemudian duduk di bawah pohon mangga yang rindang di
seberang masjid besar. Tingkahnya itu
diikuti oleh teman-temannya yang lain. Maka
tampaklah pemandangan sekelompok anak laki-laki sedang melamun masal. Memandang halaman masjid besar dengan tatapan
penuh harap.
Saking
asyiknya dengan lamunan masing-masing kesebelas anak laki-laki itu tidak
menyadari ada orang yang lewat di hadapan mereka. Ustad Bani yang berjalan bergegas menuju masjid
besar menghentikan langkahnya begitu melihat kelompok anak-anak yang sedang
bengong itu.
“Ehm…
ehm… Assalamu’alaikum, anak-anak….” Ustaz Bani menyapa Abim cs.
“Eh…oh…
eh… Wa alaikum salaaaaam Ustaaaaad.” Abim cs tergagap kaget mendengar sapaan
Ustaz Bani. Malu juga ketahuan sedang
bengong.
“Sedang
apa kalian disini. Kok pada bengong
begitu. Kalian sedang ada masalah?”
Ustaz Bani bertanya dengan wajah curiga.
“Eee…
begini Ustad… eeee… kamiiii…” Abim tampak ragu berbicara pada Ustaz Bani.
Tiba-tiba
suara Bang Midin terdengar melalui pengeras suara masjid besar, melantunkan
adzan. Waktu sholat ashar telah tiba.
“Ah,
sudah ashar rupanya. Ayo, kita sholat
berjamaah. Setelah itu ceritakan masalah
kalian.” Ustaz Bani mengajak anak-anak
sholat berjamaah di masjid besar.
“Tapi
Ustad….” Abim ragu-ragu. Begitu pula dengan teman-temannya. Mereka takut pada Bang Midin, marbot masjid
besar yang galak itu.
“Ayo.” Suara Ustaz Bani terdengar tegas. Anak-anak itupun segan untuk menolak.
Berbondong-bondong
mereka memasuki halaman masjid besar, berusaha tak melihat ke arah Bang Midin
yang mengawasi mereka dengan mata melotot siap menghardik. Ustaz Bani segera memberi tanda pada Bang
Midin. Bang Midin pun urung melakukan
kebiasaannya mengusir anak-anak.
Usai
sholat ashar, Abim cs duduk-duduk santai membentuk lingkaran di teras masjid
ditemani Ustaz Bani. Ustaz Bani itu Imam
baru di masjid besar. Ustaz Bani baru
dua bulan tinggal di Kampung Jaya. Tapi,
warga Kampung Jaya rata-rata suka pada Ustaz muda yang ramah ini.
“Nah,
ada apa. Ceritakan masalah kalian, siapa
tahu Ustad bisa membantu.” Ustaz Bani
membuka obrolan dengan pertanyaan.
Abim
yang sering ditunjuk sebagai juru bicara langsung angkat bicara menceritakan
masalah yang sedang mereka hadapi sekaligus ide yang terlintas di kepalanya.
“Jadi
kalian ingin bermain di halaman masjid besar ini? Boleh saja.” Ustaz Bani berkata santai.
“HAAAA?”
Abim cs berteriak serempak saking kagetnya mendengar ucapan Ustaz Bani.
“Iya,
kenapa tidak. Kalian bebas bertamu dan
bermain di halaman masjid besar ini. Tapi
ada syaratnya.”
“Syaratnya
apa Ustad?” Abim cs berkata dengan penuh
semangat.
“Kalian
harus menjadi tamu yang menyenangkan dan menjaga kenyamanan rumah ini,
bagaimana? Ustaz Bani berkata sambil
tersenyum.
“Maksud
Ustad?” Abim mewakili teman-temannya
yang saling bertukar pandang tanda bingung.
Mereka belum memahami maksud Ustaz Bani.
“Begini,
kalian bebas bermain di halaman masjid besar.
Tetapi kalian harus ikut sholat berjamaah pada waktu-waktu sholat,
kemudian setelah maghrib mengaji bersama-sama.
Gampang kan syaratnya.”
“Tapiiii…
Bang Midin tidak suka kami berada di sekitar masjid ini.” Sani membuka mulut. Anak-anak yang lain kaget, tidak menyangka
Sani berani berkata seperti itu.
“Mengapa
begitu?” Ustaz Bani keheranan.
Kemudian
sekali lagi Abim mewakili teman-temannya menceritakan sikap Bang Midin pada
anak-anak. Ustaz Bani
manggut-manggut. Ia mengerti
sekarang. Cerita Abim sekaligus menjawab
pertanyaan yang selama ini disimpannya.
Dalam
hatinya Ustaz Bani merasa heran mengapa selama ia menjadi Imam di masjid besar
itu, tidak pernah terlihat anak-anak Kampung Jaya ramai mengaji di masjid. Jadi itu masalahnya.
“Kalau
begitu Bang Midin tidak salah. Bang
Midin hanya ingin menjaga ketertiban agar kenyamanan orang-orang yang ingin
bertamu ke masjid ini tidak terganggu.”
Anak-anak
bengong.
“Begini,
sebuah rumah tentu ada pemiliknya.
Setiap orang pasti senang kalau banyak orang yang bertamu ke rumahnya. Rumahnya menjadi ramai karena tamu-tamunya
merasa nyaman disana. Itu membuat bangga
bukan?”
“Nah,
tapi tuan rumah akan merasa terganggu dan tidak senang jika tamu-tamunya
merusak kenyamanan di rumah itu apalagi mengganggu tamu-tamu yang lainnya. Anggap saja masjid besar ini sebuah
rumah. Rumah milik Allah dan Bang Midin
ditunjuk sebagai pembantu yang harus menjaga kenyamanan rumah agar tuan
rumahnya tidak marah. Bang Midin hanya sedang berusaha menjalankan
tugasnya. Bisa dimengerti?”
“Tapi
Bang Midin melarang kita ikut sholat berjamaah…” Suara Agus terdengar pelan.
“Mungkin
karena kalian belum bisa sholat dengan tertib dan mengganggu jemaah
lainnya. Itu perbuatan yang tidak
baik. Terang saja Bang Midin
marah.” Ustaz Bani berkata tenang.
Anak-anak
mulai manggut-manggut.
“Nah,
sekarang bagaimana? Kalian sanggup melaksanakan syarat dari Ustad?” Ustaz Bani bertanya pada Abim cs.
Abim
dan teman-temannya saling berpandangan.
Ah, rasanya tidak sulit melakukan syarat dari Ustaz Bani, bahkan
terdengar menyenangkan. Bayangkan
bertamu dan bermain di rumah Allah. Wow!
Bukankah itu hal yang mengasyikkan.
Abim
cs serempak mengangguk. Ustaz Bani tersenyum senang.
“Nah,
mari sekarang kita mengucapkan ikrar.”
Ustaz Bani berkata penuh semangat.
Ustaz
Bani menjulurkan tangannya ke tengah-tengah lingkaran sambil memberi isyarat
agar anak-anak menumpuk tangan-tangan mereka diatas telapak tangannya.
“Ikuti
kata-kata Ustad ya…” Ustaz Bani memberi
aba-aba.
“Kami
tamu-tamu kecil di rumah-Mu ya Allah, berjanji.”
Anak-anak
mengikuti kata-kata Ustaz Bani.
“Akan
meramaikan rumah-Mu, menjaga kenyamanan serta ketertiban di rumah-Mu ya Allah
dan menjadi tamu yang menyenangkan bagi-Mu.”
“Semoga
engkau menjadikan kami tamu-tamu istimewa di dunia dan di akhirat kelak. Aamiin.”
“AAMIIIIN…
AAMIIIIN… YESSS!” Abim cs mengakhiri
ikrar mereka dengan penuh semangat dan hati lega.
Mereka
sekarang punya tempat bermain baru, sekaligus bangga karena menjadi tamu-tamu
kecil di rumah Allah.
Di
sudut masjid besar seseorang memperhatikan tingkah mereka. Sorot matanya tampak redup dan sedikit
berembun. Dibalik sikapnya yang galak,
Bang Midin ternyata berhati lembut. Sepertinya
Abim cs akan punya sahabat baru.
Wah .... Sedang musimnya ini, Mbak. Emang banyak orang masjid yang gak bolehin anak-anak sholat di sana. Namanya juga anak-anak.